Tegas! Tiga Pulau Perbatasan Resmi Milik Maluku Utara

Tiga Pulau Perbatasan Resmi Milik Maluku Utara--
MALUKUUTARA.DISWAY.ID - Isu mengenai status wilayah tiga pulau yang berada di perbatasan Maluku Utara dengan Papua Barat Daya kembali menjadi sorotan.
Asisten I Setda Maluku Utara Kadri Laetje, dan mantan aktivis ’98 serta pejuang pembentukan provinsi Maluku Utara, menyatakan dengan tegas pulau-pulau tersebut secara resmi termasuk dalam Kabupaten Halmahera Tengah.
Kadri menjelaskan kepemilikan tiga pulau tersebut telah sah secara hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 yang menetapkan pembentukan Provinsi Maluku Utara.
Regulasi ini terus diperkuat oleh UU Nomor 6 Tahun 2000 serta UU Nomor 1 Tahun 2003 yang mengesahkan pemekaran kabupaten, di mana tiga pulau tersebut masuk dalam wilayah administrasi Halmahera Tengah.
“Status hukum sudah final dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Jika ingin penyelesaian damai tetap bisa dilakukan dengan dasar hukum yang pasti,” kata Kadri pada Sabtu, 27 September 2025.
Tidak hanya aspek hukum nasional, Kadri juga menekankan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Dinas Perikanan Maluku Utara pernah melakukan pendataan toponim dan ratifikasi nama gugus pulau.
Bukti ini menunjukkan Piyai, Say, dan Kiyai masuk dalam wilayah adat Patani Gebe di Desa Gimya, Halmahera Tengah.
Hal ini diperkuat oleh Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 yang membedakan wilayah gugus pulau di Raja Ampat dan Maluku Utara.
BACA JUGA:Polairud Maluku Utara Perketat Patroli Laut Amankan Perairan Kepulauan Sula
BACA JUGA:Pemprov Malut Tuntaskan Inventarisasi Aset di Pulau-Pulau Terpencil
Aspek Kultural dan Adat yang Mendasari Kepemilikan
Lebih dari itu, Kadri menegaskan peran hukum adat atau customary law yang telah berlaku sejak zaman Kesultanan Moloku Kie Raha.
Masyarakat adat Patani Gebe secara turun temurun memanfaatkan tiga pulau ini sebagai sumber ekonomi dan kehidupan, terutama dalam pengelolaan tanaman kelapa.
“Dari sisi adat, masyarakat telah menganggap pulau-pulau ini milik mereka dan bagian dari Halmahera Tengah, Maluku Utara,” ujarnya.
Dia menyinggung kemungkinan jika konflik ini mencapai arbitrase internasional, pendekatan hukum kebiasaan dapat menjadi bukti yang kuat.
Ia mengingatkan kasus pulau Sipadan dan Ligitan yang diputuskan dimiliki Malaysia berdasarkan hukum adat internasional.
“Customary law adalah alat bukti yang valid jika persoalan ini harus dibawa ke ranah arbitrase,” jelas Kadri.
Meski tegas mempertahankan klaim wilayah, Kadri menyatakan Pemerintah Provinsi Maluku Utara akan selalu mengutamakan dialog dan penyelesaian damai.
Namun, sikap resmi pemerintah adalah tiga pulau tersebut sah secara hukum merupakan bagian dari Halmahera Tengah, Maluku Utara.
BACA JUGA:Wagub Pastikan Pulau Sain, Piyai, dan Kiyas Milik Maluku Utara, Klaim Papua Barat Daya Ditolak
BACA JUGA:6 Strategi Utama Pemprov Malut Percepat Pembangunan Mandiri di Pulau Taliabu
Sumber: