Polisi Melayani, Bukan Menakuti

Polisi Melayani, Bukan Menakuti-Disway/Diolah-
Reformasi Polri menjadi sorotan utama berbagai elemen Masyarakat. Mulai dari mahasiswa, akademisi, media, hingga pemerintah pusat. Keinginan perubahan lahir dari ekspektasi tinggi publik terkait integritas dan profesionalisme kepolisian
----------------------------------------------
BERAWAL dari sejumlah kasus pelanggaran hukum yang melibatkan oknum Polri. Presiden Prabowo Subianto pun merespons dengan mempercepat agenda reformasi.
Tujuannya mewujudkan Polri sebagai pilar penegak hukum sekaligus penjaga stabilitas nasional.
Polisi berada dalam posisi strategis karena berinteraksi secara langsung dengan masyarakat dari hari ke hari.
Wewenang besar seperti penahanan dan penyidikan harus dijalankan dengan akuntabilitas ketat agar tidak disalahgunakan.
Namun, praktik pungli dan perilaku oknum yang merusak citra Polri kerap memicu kekecewaan publik.
Ditambah era digital dan media sosial yang cepat menyebarkan informasi membuat setiap insiden menjadi sorotan luas.
Polisi Piandel dan Pelayanan Modern
Presiden Prabowo menegaskan visi menghadirkan “Polisi Piandel” — aparat yang dipercaya, melayani, melindungi, dan mengayomi masyarakat.
Polri diharapkan menghidupkan kembali program community policing dengan pendekatan humanis.
Seperti Polisi Sahabat Anak dan Bhabinkamtibmas yang dekat dengan warga. Layanan publik pun disederhanakan lewat teknologi online untuk mempercepat proses administratif dan memberantas pungli.
Selain itu, perhatian serius diberikan pada peningkatan kesejahteraan anggota Polri, mulai dari tunjangan, fasilitas perumahan, hingga dukungan kesehatan mental dan spiritual.
Pembentukan Komisi & Tim Reformasi Polri
Presiden membentuk Komisi Reformasi Polri yang bersifat ad hoc selama enam bulan. Yang terliba pakar, tokoh masyarakat, dan mantan pejabat Polri untuk merumuskan perubahan mendasar.
Termasuk potensi revisi Undang-Undang dan evaluasi struktur organisasi. Bersamaan, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menunjuk tim internal untuk menindaklanjuti implementasi reformasi secara operasional. Kehadiran dua tim ini membawa sinergi antara perubahan strategi level atas dan perbaikan teknis di lapangan.
Keterlibatan publik sangat penting untuk memastikan reformasi bersifat partisipatif dan tidak sekadar perubahan internal.
Anggota DPR dan tokoh masyarakat meminta agar proses ini melibatkan berbagai elemen sipil, akademisi, dan ormas.
Hasil kerja tim reformasi juga menjadi bahan penting dalam pembahasan revisi Undang-Undang Kepolisian, demi mewujudkan institusi yang transparan, akuntabel, dan profesional.
Pentingnya Reformasi Kultural dan Profesionalisme
Pemisahan Polri dari TNI sejak 1999 bertujuan membangun polisi sipil yang humanis dan berpihak pada rakyat.
Namun, reformasi budaya organisasi masih menjadi pekerjaan rumah. Praktik militeristik, gaya hidup mewah, dan perilaku arogan harus dihilangkan agar Polri dapat memerankan fungsi sebagai pelayan masyarakat yang menjunjung tinggi HAM.
Evaluasi menyeluruh terhadap struktur, pola kerja, serta budaya organisasi menjadi kunci keberhasilan reformasi.
Para pengamat dan pakar menilai reformasi ini tidak hanya untuk memperbaiki pelanggaran individu. Tetapi juga menata akar kultur dan sistem penegakan disiplin.
Transparansi anggaran, pengawasan internal-eksternal, dan akuntabilitas menjadi fondasi penting.
Transformasi kepemimpinan dinilai krusial agar perubahan berjalan efektif dan berkelanjutan. Keberadaan dua tim reformasi—presiden dan internal Polri—menunjukkan komitmen kuat menuju institusi kepolisian modern yang profesional dan dicintai rakyat.
SELENGKAPNYA BACA DISWAY: https://disway.id/read/902055/polisi-piandel
Sumber: