1.185 Koperasi Merah Putih di Maluku Utara, Tapi Hanya 14 yang Jalan, Ada Apa?
1.185 Koperasi Merah Putih di Maluku Utara, Tapi Hanya 14 yang Jalan--
MALUKUUTARA.DISWAY.ID - Kinerja Koperasi Merah Putih di Maluku Utara ternyata jauh dari target. Dari 1.185 koperasi yang sudah memiliki badan hukum, hanya 14 unit yang benar-benar menjalankan kegiatan usaha.
Kondisi ini sekaligus memperlihatkan mandeknya proyek penggerak ekonomi desa yang semestinya menjadi motor baru aktivitas ekonomi masyarakat.
“Hanya 14 yang aktif. Tujuh di antaranya berada di Halteng, Halut, dan Kota Ternate,” ujar Abdul Gafur, Kepala Seksi Pelaksanaan dan Pembinaan Anggaran IIB Kanwil DJPb Maluku Utara, Senin, 17 November 2025.
Menurut Gafur, koperasi-koperasi tersebut menghadapi rangkaian masalah fundamental yang menghambat operasional mereka.
4 Masalah Utama yang Bikin Koperasi Merah Putih Mandek
1. Skala Penduduk Terbatas, Iuran Terlalu Kecil
Banyak desa di Maluku Utara memiliki jumlah penduduk yang minim.
Konsekuensinya, iuran anggota menjadi sangat kecil sehingga sulit untuk mengembangkan usaha koperasi.
Koperasi membutuhkan modal rutin, sedangkan partisipasi masyarakat yang terbatas tidak mampu menutup biaya pengembangan.
2. Butuh Pembiayaan Tambahan, Tapi Skala Ekonomi Tak Memadai
Untuk bisa berkembang, koperasi memerlukan investasi awal dan pembiayaan lanjutan.
Namun, struktur ekonomi desa yang kecil membuat perhitungan bisnis harus sangat ketat dan memerlukan skema pendukung khusus.
“Skala ekonomi desa kecil, sehingga potensi bisnis harus dihitung lebih hati-hati,” kata Gafur.
3. Literasi Keuangan Pengurus Koperasi Masih Rendah
Masalah kompetensi menjadi hambatan besar lainnya.
Pengurus dan anggota dinilai masih belum memiliki keterampilan memadai dalam pembukuan, akuntansi dasar, hingga manajemen keuangan.
Kondisi ini membuat koperasi rawan salah kelola sejak awal. Gafur juga menyoroti miskonsepsi umum: banyak koperasi langsung memilih usaha simpan pinjam, padahal model ini berisiko tinggi dan telah berkali-kali gagal di Maluku Utara.
“Usaha sektor riil jauh lebih cocok bagi koperasi desa,” tegasnya.
4. Ancaman Tumpang Tindih dengan BUMDes
Koperasi dan BUMDes sama-sama menjadi wadah ekonomi masyarakat desa, tetapi tanpa koordinasi yang baik, keduanya bisa berebut peran.
Potensi tumpang tindih terjadi karena melibatkan aktor desa dan sumber dana yang hampir sama, termasuk dana desa.
“Sinergi dan perencanaan bisnis yang tepat sangat penting agar koperasi benar-benar bisa mendorong ekonomi desa,” kata Gafur.
Menurut Kemenkeu, solusi utama adalah memperkuat SDM, memperjelas peran antara BUMDes dan koperasi, serta mengembangkan model usaha riil yang sesuai dengan kapasitas desa.
Koperasi Merah Putih diharapkan bukan sekadar proyek formalitas, tetapi benar-benar mampu menjadi pilar ekonomi desa jika pendampingan dilakukan secara konsisten.
BACA JUGA:278 Pendamping Koperasi Merah Putih Malut Digembleng di Unkhair
Sumber: