MALUKUUTARA.DISWAY.ID - Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, menegaskan urgensi percepatan pengesahan regulasi terkait hutan adat dan perlindungan ekosistem di wilayahnya.
Hal ini penting menyusul pesatnya aktivitas pertambangan, khususnya nikel, yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Maluku Utara mencapai 32 persen pada tahun 2025.
Pernyataan tersebut diungkapkan Sherly dalam diskusi dengan Komisi IV DPR RI dan Kementerian Kehutanan pada Selasa, 23 September 2025 di Ternate.
Forum ini juga dihadiri Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Soeharto, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, serta sejumlah kepala daerah dan pelaku industri tambang.
Gubernur Sherly mengungkapkan keberatan masyarakat terkait konflik kawasan hutan adat, lahan transmigrasi, dan izin tambang yang berpotensi merusak lingkungan.
Ia meminta agar regulasi hutan adat disegerakan, termasuk rehabilitasi mangrove dan pemulihan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai upaya mitigasi bencana ekologi.
“Kami mendesak percepatan regulasi hutan adat dan pemulihan ekosistem. Tanpa langkah tersebut, kerusakan lingkungan bisa semakin parah,” ujar Sherly.
BACA JUGA:Fortina Malut Sabet Perunggu Tarik Tambang, Kalahkan Kalsel di Fornas VIII
BACA JUGA:Pemkot Ternate Siap Tutup Tambang Galian C Ilegal di Kalumata
Dukungan dari Pemerintah Pusat dan DPR
Sherly menegaskan keberhasilan langkah-langkah tersebut membutuhkan kolaborasi kebijakan dari pemerintah pusat serta dukungan penuh dari DPR RI.
Terutama Komisi IV, supaya solusi yang diambil benar-benar berpihak kepada rakyat dan sekaligus menjaga kelestarian alam.
Selain itu, Gubernur menekankan pentingnya komitmen perusahaan tambang untuk menangani dampak lingkungan secara bertanggung jawab.
"Kebijakan pusat harus hadir sebagai penyeimbang agar pembangunan ekonomi tidak mengorbankan keberlanjutan hidup masyarakat di Maluku Utara," katanya.
Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Soeharto, mengingatkan agar hasil pertambangan benar-benar dirasakan masyarakat di sekitar tambang lewat program keberlanjutan.
Ia mendorong penanaman kembali pohon dan rehabilitasi mangrove guna mengatasi deforestasi dan kerusakan hutan.
“Pengawasan terhadap deforestasi harus diperketat, termasuk memprogram penanaman mangrove di pulau-pulau sekitar Maluku Utara,” kata Titiek.
Ia juga menanggapi keluhan kepala daerah soal dana bagi hasil (DBH) dan mendorong pencairan cepat DBH agar pembangunan daerah dapat segera berjalan.
BACA JUGA:Lahan Eks Tambang Maluku Utara Disulap Jadi Sentra Perikanan dan Perkebunan, Ini Rencananya
BACA JUGA:Tunggakan Pajak Perusahaan Tambang di Malut Capai Rp9 Miliar, Begini Sikap Gubernur Sherly