MALUKUUTARA.DISWAY.ID - Maluku Utara (Malut) menghadapi krisis kesehatan serius dengan lonjakan kasus AIDS, Tuberkulosis (TBC), dan Malaria.
Data terbaru menunjukkan peningkatan signifikan dalam 3 tahun terakhir, dengan 670 kasus HIV/AIDS, 4.020 TBC, dan 123 Malaria hanya di tahun 2024.
Pemerintah Provinsi Malut melalui Asisten II Sri Haryanti menegaskan perlunya kolaborasi multisektor untuk mencapai target eliminasi 2030.
Workshop Juknis Integrasi ATM yang digelar di Hotel Ternate pada Selasa, 15 April 2025 menjadi langkah awal memperkuat strategi pencegahan.
Penyakit ini tidak hanya merugikan Kesehatan. Tetapi juga menggerus produktivitas ekonomi masyarakat.
Tanpa penanganan serius, beban biaya pengobatan dan hilangnya SDM unggul akan semakin membebani Malut.
“Peningkatan jumlah kasus ini harus menjadi perhatian utama semua pihak. Kita tidak bisa menunggu sampai angka ini semakin memburuk. Dibutuhkan langkah strategis dan kolaboratif untuk menekan angka penderita dan mencegah penyebarannya,” ujar Sri Haryanti Hatari, Asisten II bidang Ekonomi dan Administrasi Pembangunan, saat membacakan sambutan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda.
Dampak Buruk Bagi Masyarakat
Ketiga penyakit ini bukan hanya menyebabkan penderitaan fisik yang berat, tetapi juga membawa dampak sosial dan ekonomi yang besar. HIV/AIDS, misalnya, dapat mengakibatkan kematian dini dan menurunkan produktivitas tenaga kerja.
Tuberkulosis yang tidak segera diobati dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan beban ekonomi yang berat bagi keluarga dan sistem kesehatan nasional.
Malaria, yang masih menjadi ancaman di daerah tertentu di Maluku Utara, menyebabkan banyak orang kehilangan waktu produktif karena harus beristirahat dan menjalani pengobatan.
Jika tidak dikendalikan, ketiga penyakit ini berpotensi menimbulkan krisis kesehatan yang serius dan menghambat pembangunan daerah.
Mengatasi ancaman ini, pemerintah dan seluruh stakeholder harus bekerja secara sinergis dan terintegrasi. Program pencegahan dan pengendalian harus menjadi prioritas utama, dengan melibatkan berbagai pihak mulai dari tingkat pusat hingga ke tingkat desa dan kelurahan.
“Pengendalian ATM harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya melalui intervensi medis, tetapi juga melalui edukasi, peningkatan kesadaran masyarakat, dan penguatan sistem kesehatan,” imbuh Sri Haryanti.
Ia menambahkan keberhasilan program ini sangat bergantung pada komitmen dan kolaborasi semua pihak.
Target utama dari program ini adalah eliminasi penyakit-penyakit ini pada tahun 2030 sesuai target global. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan langkah-langkah strategis seperti peningkatan akses layanan kesehatan, kampanye edukasi yang masif, serta penguatan sistem surveilans dan pelaporan kasus.